Kamis, 03 Februari 2011

Menanti Sebuah senyuman Part I


(openingnya q ngayalin lagunya Paradise Ost BBF by T-Max hehe…)
Di halaman sebuah sekolah,
“Angga… Angga..”! seru Arya.
“kau bersekolah di sini juga”?tanyanya.
“ya”
Kemudian mereka saling merangkul satu sama lain.
“bagus sekali”. “bukannya waktu itu kamu bilang mau sekolah di Surabaya”?
“nggak jadi”. “orang tuaku nggak jadi pindah”.
“kamu di kelas mana”?
“aku belum tau”. “aku mendaftar terlambat jadi aku belum tau masuk di kelas yang mana”.
“ayo aku temani kamu mencari kelasmu”.
*****
Mereka berdua menuju papan pengumuman yang berada di halaman tengah sekolah.
“mana namaku”?
“ini..ini..coba lihat”. “kita satu kelas lagi”.
“ya, klas 7A”.
“kalau begitu kita duduk satu bangku saja”. “kebetulan aku belum punya teman duduk”.
“oh, ya”.
Kemudian mereka menuju kelas bersama-sama.
*****
Pelajaran pertama di mulai.
“selamat pagi”
“selamat pagi bu”
“ini pertemuan pertama kita setelah usai MOS, ibu rasa kita tidak perlu mengulang perkenalan kita bukan”. “ibu akan menjadi wali kelas selama kalian berada di kelas 7A, jadi ibu harap kita dapat bekerja sama dengan baik”.
“oh ya, kemarin kakak kelas kalian telah menjelaskan berbagai jenis kegiatan ekstrakulikuler di sekolah ini, ibu mengharapkan kalian segera mendaftarkan diri untuk mengikuti salah satu kegiatan tersebut”.
“kegiatan ekskul tidak akan membuat nilai kalian turun selama kalian dapat mengatur waktu kalian dengan baik, justru sebaliknya kegiatan ekskul dapat memberikan nilai positif dan juga pengalaman baru untuk kalian”.
“ibu berpesan kepada kalian yang nantinya mengikuti ekskul agar dapat mengatur waktu belajar dan ekskul dengan baik”.
“ok anak-anak kita mulai pelajaran kita hari ini”
Arya dan Angga mengikuti pelajaran geografi dengan baik hingga tiba waktu istirahat.
*****
Di kantin sekolah.
“bakso dua, es teh manis satu, es jeruk satu” pesan Angga pada ibu kantin.
“Arya kamu mau ikut ekskul apa”?
“aku masih bingung”. “kamu sudah daftar”? kamu pilih apa?
“so’ pasti bola lah…”. “kamu kan tau cita-cita ku menjadi pemain bola terkenal”jawabnya dengan semangat.
“sepertinya aku mau masuk PMR saja, kau tau kan ayahku sangat mengharapkan ku suatu saat nanti menjadi dokter”. “aku harus berusaha keras untuk itu”.
“aku tau itu”. “apa kamu bener-bener pengen jadi dokter”?
“aku nggak tau”. “setiap kali aku melihat komik aku sangat ingin bisa menjadi komikus tapi begitu melihat wajah ayah ku keinginan ku langsung sirna begitu saja”, keluhnya.
“jangan pesimis gitu dong”, hibur Angga. “jadi dokter sekaligus komikus kan bisa”. “ayolah…”. Angga menyenggol bahu Arya.
Angga menemani Arya mendaftar ekskul PMR di ruang Osis.
*****
Beberapa hari kemudian.
“ngga, kamu latihan bola hari ini”?
“iya, napa memangnya”?
“nggak papa sih, ku temanin ya”!
“boleh, ntar sore ku jemput dech”!
“ok”
Arya selalu menemani Angga berlatih sepak bola dan begitu juga sebaliknya. Angga pun selalu menemani Arya latihan PMR. Arya dan Angga bersahabat sejak mereka berada di Taman Kanak-kanak, mereka berdua sudah seperti saudara. Mereka berdua sangat bahagia dan saling melengkapi satu sama lain. Hampir tidak pernah terjadi perselisihan besar diantara mereka. Tidak hanya kompak dalam bidang ekskul tapi juga dalam hal pelajaran, tidak heran kalau nilai-nilai mereka selalu bagus.
Suatu hari pelatih ekskul mereka masing-masing mengumumkan bahwa akan ada kemah persahabatan antar ekskul. Itu artinya Arya dan Angga akan kemah bersama.
*****
Di rumah Arya.
“ya, semua perlengkapanmu udah siap”?
“udah, tinggal bahan-bahan makanan aja yang belum dipacking”. “punyamu”?
“punyaku udah selesai semua”. “mana sini ku bantu ngepaknya”!
“nih, susun yang rapi ya jangan ada yang sampe ketinggalan”.
“rebez boss”.
“Arya…”, panggil ibunya.
“ngga, bentar ya.. ku dipanggil mama ku tuh..”
“nggak papa ko”.
*****
Arya menemui ibunya.
“kenapa bu”?
“ya, ibu minta tolong dong”! “kamu belanja di mini market depan, ini daftar belanjaan sama uangnya”.
“iya, bu”.
“makasih ya sayang”.
Kemudian Arya pergi berbelanja ke mini market dekat rumahnya. Arya berbelanja secepat mungkin, karena ia tidak enak kalau meninggalkan Angga lama-lama. Di luar mini market, Arya bertemu seorang pengemis.
“nak, sedekahnya”, pinta pengemis itu. “saya sudah dua hari belum makan”, ia memelas.
Arya memandang pengemis itu beberapa saat.
“tapi nek, ini kue-kue ibu saya”. “saya hanya punya ini”. Arya memberikan selembar uang sepuluh ribu kepada pengemis itu.
“trimakasih”, jawabnya dengan gemetar. “kamu baik sekali”.
Arya akan berlalu dari hadapan pengemis itu, tetapi pengemis itu memanggilnya.
“nak!” seru pengemis itu.
“iya, nek”, Arya menoleh.
“wajahmu tampan sekali, seperti disinari rembulan”.
“trimakasih nek”.
“berhati-hatilah di jalan, kalau kau akan berpergian lihatlah sekelilingmu”.
“iya, nek”. “nenek juga harus hati-hati”. Kemudian Arya segera bergegas pulang.
Sesampainya di rumah, Arya segera menyerahkan belanjaan itu pada ibunya dan ia langsung menemui Angga.
“gimana ngga”? “udah selesai kah”?
“udah, kamu liat aja tuh…”. “rapi kan?”. “sapa dulu dong, Angga..”, pamernya.
“ayo kita bawa ke secretariat, kalau terlambat kakak-kakak itu pasti bakalan marah besar”, ajak Arya.
“kita singgah ke rumah ku dulu ya, aku ambil barang-narang ku sekalian”.
“iya”. “ayo bantu aku angkat ke mobil”.
“masa ngangkat segitu aja nggak kuat”! ejek Angga.
“bilang aja nggak mau bantu”, sanggah Arya.
“gitu aja ngambek, dasar anak mami..”.
Mereka memasukkan semua perlengkapan ke dalam mobil dan mengantarkannya ke sekretariat Osis.
******
Hari keberangkatan.
“Angga, hati-hati di jalan ya sayang”. “perhatikan makanmu”.
“aku sudah besar bu”, bantahnya.
“kau ini selalu membantah”.
“bu aku pergi dulu”, sambil mencium tangan dan kening ibunya.
“Angga ingat pesan ibu, jangan masuk ke dalam hutan terlalu jauh tanpa izin”. “satu lagi kau harus menjaga Arya, ingat itu!”. “Arya berbeda dengan dirimu, fisiknya jauh lebih lemah dibandingakan denganmu”.
“iya, iya aku tau itu bu”. “aku juga tidak mungkin meninggalkannya sendiri”.
Sementara itu di rumah Arya.
“sayang, apa kau benar-benar akan kemah”?. “apa kau yakin?”, Tanya ibunya.
“kenapa ibu bertanya seperti itu”.
“tidak, kau kan tidak pernah meninggalkan ibu dan ayah”. “ibu hanya khawatir padamu”.
“ah, ibu seakan-akan ibu tidak akan melihatku lagi saja”.
“jangan berbicara seperti itu, tidak baik”. “kau sudah berpamitan dengan ayah mu”?
“aku sudah menelponnya tadi”. “ibu,,bagaimana jika aku benar-benar meninggalkan ibu”?
“kau ini berbicara apa?”. “memangnya kamu mau kemana?”
“tidak, tidak kemana-mana”.
“ya, sudah cepat pergi sana nanti kau terlambat”.
“siap komandan”. Sahutnya dengan lantang. Kemudian ia mencium kening ibunya dengan lembut.
“ibu,,apa wajahku ini seperti rembulan?”
“kamu ini anak laki-laki bagaimana mungkin wajahnya seperti rembulan!”. “ada-ada saja!”. (walaupun sebenarnya ibu Arya mengakuinya dalam hati. Arya wajahnya memang sangat gagah seperti disinari rembulan).
“ah, ibu tidak pernah memujiku sekali saja”, rengeknya manja.
“kalau kau ikut kemah, kamu harus menghilangkan sifat manjamu itu”. “Arya dengarkan ibu, seperti apapun wajahmu, bagi ibu kau adalah rembulan yang paling terang di hati ibu”. “rembulan yang selalu menyinari dan menyejukkan hati ibu”
Arya tersenyum bangga. “bu, aku pergi dulu”.

to be continued.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar