Minggu, 27 Februari 2011

Tempat pengamatan bintang tertua, Cheomseongdeo



Cheomseongdae tercatat dalam sejarah sebagai peninggalan Dinasti Shilla di awal abad 7. Terletak di kota Gyeongju, Korea Selatan, Cheomseongdae merupakan tempat pengamatan bintang (observatorium) tertua sekaligus satu dari sedikit observatorium kuno yang tersisa di dunia sampai hari ini. Buku Rekor Dunia resmi mencantumkannya sebagai bangunan observatorium tertua yang masih tegak berdiri.

Bangunan yang terbuat dari batu itu dibangun pada masa pemerintahan Ratu Seondeok dan bangunannya yang masih berdiri sampai sekarang, menjadi warisan kebudayaan bangsa Korea dan salah satu objek wisata menarik di Korea Selatan.

Konstruksi Cheomseongdae diduga sengaja didesain sedemikian rupa berdasarkan filosofi-filosofi khusus. Pada bagian alasnya yang tersusun atas 12 balok batu, serta 12 tingkat pada tangga pintu masuk dan 12 lapis di bagian bawah jendela nampaknya melambangkan kedua belas bulan dalam tahun. Jumlah batu untuk menyusun menara utama yang 365 buah menandakan jumlah hari dalam satu tahun masehi.

Sebagian besar peneliti setuju akan status Cheomseongdae sebagai sebuah observatorium. Hal itu dikarenakan catatan-catatan sejarah di Korea, Jepang, dan Cina yang mendukung. Peneliti modern pertama yang meninjau Cheomseongdae, Tadashi Sekino, menyimpulkan bahwa Cheomseongdae adalah sebuah observatorium, walaupun strukturnya ganjil.

Kemudian seorang ahli meteorologi dari Jepang, Yuji Wada yang mulai mengadakan penelitian di lokasi Cheomseongdae tahun 1909 meyakinkan bahwa Cheomseongdae adalah observatorium. Pengamatan astronomi dilakukan dengan mata telanjang, dengan alat-alat seperti gnomon. Tentunya perhitungan-perhitungan khusus dilakukan dengan bantuan kalender.

Menurut penelitian pula, bangunan ini selama ratusan tahun dipakai para astronom kerajaan untuk mempelajari pergerakan bintang dan planet. Serta memperkirakan gerhana bulan dan matahari.

Kemudian setelah diinterpretasi, hasilnya dilaporkan pada raja atau ratu, untuk membantu mereka mengambil keputusan dalam upaya memperkuat otoritas kerajaan serta meningkatkan kualitas taraf kehidupan. Selain itu, Cheomseongdae dipercaya pula membantu menyingkapkan pemahaman rakyat, di zaman itu, mengenai surga dan kuasa ilahi. (Sumber: Korea Journal, Korea Travel Guide, International Council of Monuments and Sites).

http://nationalgeographic.co.id/lihat/berita/550/tempat-pengamatan-bintang-tertua-cheomseongdeo

Jumat, 25 Februari 2011

Titik Bukan Berarti Berhenti

oleh Artha Alhitya Part II pada 10 Februari 2011 jam 10:31

angin kabarkan sesuatu tentang gelapnya cuaca hari ini
musim terlanjur menggurita
awan selalu sembunyikan tanya
gerimis mengikis senyum
sisakan tanda
mengapa

tenanglah jiwaku
titik bukan berarti semua harus berhenti
setiap titik selalu mempunyai awal
janganlah hatimu kau lukai diri, bangkitlah
justru disitulah awal perjuangan baru
justru disitulah susunan molekul energi baru kan tersusun
untuk terus melaju membentuk untaian waktu

tenanglah hatiku
titilk bukan berarti semua tak berarti
setiap titik yang kau kumpulkan kan selalu membentuk rona
janganlah optimismemu selama ini hilang hanya karena angin lalu
justru disitulah titik membentuk rona semangat baru untuk terus melaju
justru disitulah helai untaian waktu kan terus bersamamu
menyusun senyum, tuk melangkah
membawa matahari dipangkuanmu

Lempar Senyum Sembunyi Luka, Detikmu Berair Mata

oleh Artha Alhitya Part II pada 05 Februari 2011 jam 12:40


Detik mungkin aku tak berhak hadir disini
Ketika kubaca detikmu murung
Bergerak dengan beban yang bersilih
Dan detikmu berairmata
Tak perlu engkau jawab,biarkan aku
Menemani detikmu disini.

Ketika riuh hatimu tertetes lara
Dan rindu-rindumu tersumbat
Biarkan tangan batinku menyeka pipimu
Biarkan tuturku membelai rindumu
Kuingin detikmu binar meski gelap
Bersandinglah dalam sekedar sejuk,yang kuusung
Tanpa tanda tanya.

Detik maaf kufigura wajahmu direlung
Hingga kubebas meletakkanmu didinding
Meski tanpa harus kau tau
Arah-arah hati yang berharap kau tenang
Dalam debur luka yang bertubi
Berombak dalam detak- detak detikmu

Detik berserahlah.....

Kamis, 17 Februari 2011

Ayah

gurat senyum tipis
menghias indah wajahmu
lekuk kerinduan
terpancar dari bening matamu


kuat nan lembut
tangan kokohmu
usap rambutku
melepas segala kerinduanmu


ayah....
ku pandang lekat wajahmu
kerut halus keningmu
menandakan usiamu


ayah....
trimakasihku untukmu
trimakasih karna kau tetap setia usap lembut rambutku
trimakasih atas kasih sayangmu padaku
trimakasih untuk segala yang kau berikan padaku


i love you dad...
forever... 

Rabu, 16 Februari 2011

Piku - piku SMP Negeri 8 Tanah Grogot







Seandainya Kau Tahu Rindu Hati Ini

Tertulis rasa
Hati yang pernah keluarkan resah
Kemudian gelisah

Jalinan pernah ada
Antara aku-kau
Perjalanan yang kita janjikan
Akan menuju ke mana dituju, saat itu
Dan pikiranku kau ganggu

Udara mengabar
Menyelinap masuk paru-paru
Aroma mint berputar
Tak ingin keluar
Membawa masuk masa lalu

Ah!
Aku yang dikoyak-koyak rindu
Sedang kau tak pernah tahu

oleh Artha Alhitya Part II pada 08 Februari 2011 jam 12:26

Hujan Terakhir

mari berjingkat bersamaku
hujan terakhir sebelum musimnya berlalu
jika kau tak bisa berada di bawah rinaiku
cukuplah berdiri di tepi jendela
maka percikku akan menghampirimu

di tiap bulirnya ada kesejukan
semacam senyawa yang membuatmu tersenyum
dan lihatlah betapa bocahbocah riang bermain denganku
apa kau tak merasa ingin seperti mereka?
ayolah, mari berjingkat denganku
atau sekedar rasakan tiap bulirku dengan tanganmu

aku, hujan terakhir sebelum musim semi tiba
tiga musim berikutnya
aku akan sangat rindu pada bumi
dan kuharap kau juga merinduku
maka aku akan kembali menyapamu
di musim basah berikutnya

Lampung , 070211
- Artha Alhitya Dane -

Aku dan Harapanku

Terseok waktu berjalan

hingga begitu tertatih

lelah penat menjalar sekujur tubuh


sementara itu,

mentari gagah menantang

hingga menggoda peluh


segurat asa kugantung tinggi

menancap menghujam ke jiwa

memasung pikiranku

pada sebuah kehidupan

secerah mentari...

(siang hari di klas 8B)

Senin, 14 Februari 2011

Diantara Pilihan Hati

oleh Artha Alhitya Part II pada 26 Desember 2010 jam 15:59

Kelak aku tak akan bertanya padamu dipersimpangan itu
Mengikutiku atau aku meninggalkanmu
Aku tak peduli pada apa yg telah kita lewati
Aku hanya tahu bagaimana nanti
Dan untuk itu, aku masih menggenggam tanganmu

Sekarang kita disini
Yang didepan kita adalah pilihan
Yang aku ingin , biarlah hati kita memilih

Apakah kita akan berhenti disini?
Atau aku bisa tetap menggenggam tanganmu hingga nanti.

Ingatlah dan Ingatlah Aku (Puisi Cinta)

Semoga akan selalu kau ingat

Tentang sore saat kau nyata disini


Duduk disampingku, hingga seseorang mengusir kita


Semoga akan selalu kau ingat


Saat aku mencium keningmu


Harum rambutmu membuatku tak peduli beberapa pasang mata yang melihat kita 


Semoga akan selalu kau ingat


Erat genggam tanganku yang enggan kulepaskan sampai mereka iri pada kita


Ingatlah dan ingatkan aku


Kelak, tentang sore itu akan jadi kenangan


Aku akan mengingatnya setiap kali aku rindu

By.Artha


Minggu, 13 Februari 2011

Kau dan Aku

Semilir angin tebarkan aroma rindu

mangalun melambai syahdu

berderak berarak menggugurkan dedaunan

wangi angin menambah kekhusukan



raut wajah itu masih ku ingat dengan jelas

senyum manis lesung pipitmu pun masih menggantuk dipelupuk mataku

gurau candamu pun masih terdengar jelas di telingaku



aku masih duduk disini, sama seperti tahun yang lalu

taman ini pun masih seperti dulu

setahun sudah kau meninggalkanku

meninggalkan kenangan manis kita dulu



Kau bagian hidupku

Takkan ku melupakanmu

Istirahatlah dalam damaimu

Ku tetap menyayangimu

Karna kau terbaik bagiku

(Mengenang Alm. I. Erwani, semoga kau tenang di sisi-Nya)

Sabtu, 12 Februari 2011

Curhat Kamis Kelabu

manis bibirmu bicara, tarik perhatianku
kau buat ku percaya, dengan rayuanmu
lega hati ini, berkurang sesak di dada

melangkah ku pergi dengan harapan yang kau beri
tapi mengapa kau sapu mata ini dengan debu 
debu yang sangat perih

gelimang air mata bercucuran
sesak dada menghimpit rasa
duniaku berputar mengusir ku pergi
sepi sendiri menari menghantui

gelak tawamu menyayat hati
segurat sembilu kau torehkan
oohhh..

kau takut aku membayangimu
hingga bayang-bayangku menutupimu
kau takut tidak lagi terlihat
kau takut orang pergi meninggalkanmu
apa kau berfikir begitu?

ahh...
kau salah jika menganggapku menutupimu
kau salah jika menganggapku merebut pesonamu
semua yang kau pikirkan itu salah
aku tidak pernah begitu

tidak pernah terfikir sedikitpun tentang itu
yang terlintas dalam benakku..
hanya menjadikanmu temanku
dan juga sandaranmu disaat kau membutuhkannya
percayalah pada ku


(Suatu sore di RS. Azka Medika, teruntuk temanku .........)

Jumat, 04 Februari 2011

Rainbow in my eyes part. 1

‘’kkrrriiiinnggg”, alarm weker Ha Ni berbunyi. Tanpa sadar Ha Ni mematikan jam wekernya dan kembali melanjutkan tidurnya.”Ha Ni…Ha Ni…”apa kau tidak pergi kuliah”, sahut ibu nya.”aa..aahh..ya..”,sahut Ha Ni sekenanya. Ha Ni belu benar-benar tersadar dari tudurnya. ‘’haaaa…. sudah jam 7 aku terlambat”. “Bagaimana ini?”. “Haduh celaka hari ini ada janji dengan profesor Made”, Ha Ni bergumam seorang diri. Profesor Made adalah dosen pembimbing skripsi Ha Ni, beliau orang Indonesia, tepatnya Bali.
            “omma…kenapa tidak membangunkanku”? Tanya Ha Ni pada ibunya. “apa…tidak membangunkanmu…”,ibu Ha Ni mulai kesal pada putrinya. “kau ini selalu minta ibu yang membangunkanmu, aku sudah membangunkanmu berulang kali tapi kau yang tidak mau bangun”,jelas ibu Ha Ni marah. Ha Ni segera menghabiskan rotinya dan segera pergi ke kampus sambil berharap dosennya belum datang.
            Ha Ni merupakan mahasiswi semester akhir di Universitas Parang. Ia mengambil fakultas keguruan jurusan matematika (ceritanya keren banget tuch jurusan…). Ha Ni lega sekali ternyata dosen yang ia tunggu belum datang. Ha Ni duduk di bangku dekat ruangan Profesor Made sambil membaca kembali referensi penunjang skripsinya.
            Tak lama datanglah orang yang ia tunggu.”oh, Made gyosunim, annyonghaseyo”,sapa Ha Ni dengan hormat.”oh, Ha Ni kau datang menepati janji”. “Maaf membuatmu lama menunggu”, kata prof.Made. “Aniyo”, sahut Ha Ni. “Derooseyo”, kata prof. Made. “berikan skripsimu, apa kau sudah mengusasai semuanya”,Tanya Prof. Made. “Yé, jawab Ha Ni. “Baiklah, kau sudah memperbaiki semua koreksi yang kuberikan minggu kemarin, semuanya telah dikerjakan dengan baik jadi kau bisa mengikuti siding akhir lusa”. “lusa”? Ha Ni terkejut mendengar perintah dosennya.
            Ha Ni keluar dari ruangan Prof. Made dan masih bingung memikirkan perintah dosennya itu. “Bagaimana ini, waktunya hanya 1 hari untuk menyiapkan semuanya”, huhh.. keluh Ha Ni. Ha Ni menuju gazebo di halaman kampusnya dan menceritakan semua yang dialaminya kepada sahabat. “Ha Ni kau tidak boleh menyerah, kami semua akan membantumu”,sahut Geul. “Haa..” Ha Ni masih tidak percaya. “Dalam waktu 1 hari”?tanya Ha Ni. “Serahkan semuanya padaku, kau hanya perlu belajar untuk ujianmu”, Geul menekankan. “Benarkah”?”oh, Geul kau memang sahabatku yang paling baik”,Ha Ni tersenyu lebar. Selesailah sudah satu masalah ku gumam Ha Ni sambil memeluk Geul.
            Sementara itu ditempat lain, tampak seorang pria sedang sibuk dengan gambar desain sebuah rumah. Seung Jo namanya, ia mahasiswa semester akhir jurusan arsitektur. “Seung Jo’’, sapa Wu Bin. “Apa yang kau buat itu”?tanya Wu Bin. “Tuan Park meminta ku untuk membuatkan sebuah desain rumah”, jawab Seung Jo. “Ada apa kau tiba-tiba kemari”?tanya Seung Jo. “Ah, tidak”,jawab Wu Bin. “Kau bisa menambahkan beberapa bunga dan batu-batuan di sebelah sini, ini akan membuat lebih sejuk dan nyaman”, kata Wu Bin. “Kau benar”, sahut Seung Jo. “Seung Jo, sebenarnya aku ingin kau menemai ku ke rumah Yu Kyung”, kata Wu Bin. “Dia itu kan kekasihmu, kenapa kau selalu mengajakku ketika menemuinya”?tanya Seung Jo. “Ah, tidak apa-apa”, sahut Wu Bin. “Apa kau tidak takut jika suatu saat Yu Kyung menyukaiku”? Tanya Seung Jo. Wu Bin menatap mata Seung Jo dan mengatakan “Kau sahabat ku, aku percaya padamu kalau kau tidak akan mengkhianati ku”. Wu Bin tersenyum dan berkata “ayo kita pergi”.
Seung Jo bersahabat dengan Wu Bin sejak mereka masih di Taman Kanak-kanak. Mereka sudah seperti saudara yang saling melindungi satu sama lain. Mereka selalu pergi bersama termasuk ketika menemui kekasih Wu Bin. Segala sesuatunya mereka lakukan bertiga karna Seung Jo, Wu Bin dan Yu Kyung sekelas.
“Mi Sun”, ayahnya memanggilnya. “ya”, jawab Mi Sun. “kemarilah, ayah ingin bicara padamu”, sahutnya. “apa yang ingin ayah bicarakan”?tanya Mi Sun. “hm..hah..”,ayah menarik napas. “sampai kapan kau akan terus seperti ini”?tanya ayah. “apa maksud ayah”? Tanya Mi Sun. “ Sampai kapan kau akan terus bekerja diperusahaan itu”?tanya ayah. “ayah tidak suka aku bekerja disana”?tanya Mi Sun kembali. “bukan ayah tidak suka kau bekerja di sana, ayah hanya mengharapkan kau memiliki pekerjaan yang lebih baik. Pekerjaan yang akan membuat masa depanmu menjadi baik”, kata ayah. “ayah ingin aku berhenti dari pekerjaanku”, Tanya Mi Sun. “tidak, bukan begitu. Aku hanya ingin kau memikirkan kembali tawaran ku dulu pada mu, semua keputusan ada padamu, aku percaya kau bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk masa depanmu”.
“Geul, aku benar-benar gugup bagaimana ini”? kata Ha Ni. “Tenanglah tidak akan terjadi apa-apa”, Geul menenangkan. “tarik napasmu, kau akan merasa sedikit lega”, perintah Geul pada Ha Ni. Ha Ni pun menarik napas sesuai anjuran sahabatnya itu. “waktunya tiba, ayo masuk”, “Ha Ni, semangat”! sahut Geul.
Ha Ni mengikuti ujian akhir selama dua jam dan ia dapat menyelesaikan semua pertanyaan dengan baik. “Yu Ha Ni, kau lulus dengan predikat A”, kata ketua ujian pada Ha Ni. Ha Ni bersorak kegirangan dalam hati. Ha Ni keluar ruang ujian dan langsung menemui Geul. “Geul, aku lulus, coba lihat ini”,kata Ha Ni. “Mana coba ku lihat”, sahut Geul. “wah..bagus sekali, Ha Ni kau hebat”!, seru Geul. “Chukhahammnida”, kata Geul.
“omma…omma…”, teriak Ha Ni sesampainya di rumah. “omma, coba lihat ini”! pinta Ha Ni. “apa ini”?tanya nya. “aigho,,kau lulus dengan sangat memuaskan”, kata ibu Ha Ni. “kau memang putri ku yang paling hebat”!, serunya. Ibu Ha Ni segera menelpon suaminya. “apa kau dan Ji Hu bisa pulang lebih awal hari ini”? tanyanya. “tentu, ada apa”? Tanya ayah Ha Ni. “tidak apa-apa, pulanglah lebih awal”, pinta ibu Ha Ni. Ibu Ha Ni menyiapkan perayaan kecil untuk Ha Ni.
Malamnya. “oh, kalian sudah pulang”, seru ibu Ha Ni. “ayo kita berkumpul disini”, katanya. “Hari ini Ha Ni menyelesaikan ujiannya dengan baik, dia memperoleh nilai yang sangat memuaskan”, ibu Ha Ni berkata. “benarkah”? sahut ayah Ha Ni. “ye”, sahut Ha Ni dengan semangat. “oh, bagus sekali”! ayah Ha Ni sangat puas dengan prestasi putrinya itu. Ji Hu kakak Ha Ni, kedua orang tua Ha Ni dan Ha Ni merayakan keberhasilan Ha Ni dengan perayaan kecil di rumah.
“Wu Bin..aku ingin mengakhiri hubungan kita”, pinta Yu Kyung. “apa”? Wu Bin kaget mendengarnya. “tapi..kenapa? apa aku berbuat salah padamu”?tanya Wu Bin. “tidak kau tidak salah apa-apa, akulah yang bersalah padamu”!serunya. “aku menyukai sahabatmu”! jawab Yu Kyung dengan ragu. Wu Bin sangat kaget, ia terbangun dari tidurnya. “hah..untunglah hanya mimpi”.
Ponsel Wu Bin berbunyi, ternyata sms dari Yu Kyung. “temui aku besok sore di tempat biasa”. “kenapa malam-malam begini dia menghubungiku, tidak biasanya” gumamnya dalam hati. Setelah itu ia pun melanjutkan tidurnya.
“ayah”! seru Mi Sun. “aku sudah memikirkannya dengan baik, aku rasa aku menerima saran ayah”, kata Mi Sun. “maksudmu”? Tanya ayah Mi Sun. “aku akan menjadi guru tapi aku juga tidak akan berhenti dari perusahaan itu”, jelas Mi Sun. “bagaimana mungkin”? Tanya ayahnhya. “ya, ayah. Aku akan menjadi guru di Jeju dan aku juga tetap bekerja di perusahaan itu. Bos ku setuju aku dipindahkan ke cabang di Jeju dan juga beliau menyetujui kalau aku hanya kerja paruh waktu”, jelas Mi Sun. “ehm..apa itu sudah keputusanmu”? Tanya ayah kembali. “ya, ayah”.  “aku takkan mengecewakanmu, tenang saja”,kata Mi Sun. “aku akan pergi ke Jeju pertengahan tahun ini”. Ayah hanya tersenyum “kau benar-benar keras kepala”. “karna aku anak ayah”, balas Mi Sun dengan senyumannya.
“Wu Bin, maaf membuatmu menunggu”, sapa Yu Kyung. “tidak masalah”, sahut Wu Bin. “ada apa”? Tanya Wu Bin. “aku..aku..haahh..”, Yu Kyung menarik napas. Ia kembali mengatur napas agar detak jantungnya stabil. “aku ingin meminta sesuatu darimu”? kata Yu Kyung. “katakanlah”! seru Wu Bin. “aku ingin kita mengakhiri hubungan kita”,pinta Yu Kyung. “apa”? Wu Bin sangat terkejut mendengarnya. “tapi…tapi..kenapa”?tanya Wu Bin. “karna aku menyukai sahabatmu”,jawab Yu Kyung. Wu Bin sangat shock mendengarnya, Yu kyung pun meninggalkan Wu Bin tanpa penjelasan.
“Seung Jo, bisakah kau menolongku”?pinta Wu Bin. “berikan surat ini pada Yu Kyung, aku mohon”,kata Wu Bin. “baiklah”, Seung Jo menyanggupi. “sebenarnya apa yang terjadi antara kalian”?tanya Seung Jo. “tidak, tidak terjadi apa-apa”, sahut Wu Bin.
Seung jo menyerahkan surat itu pada Yu Kyung. Yu Kyung membaca surat itu yang berbunyi:1)
Kelak aku tak akan bertanya padamu dipersimpangan itu
Mengikutiku atau aku meninggalkanmu
Aku tak peduli pada apa yg telah kita lewati
Aku hanya tahu bagaimana nanti
Dan untuk itu, aku masih menggenggam tanganmu

Sekarang kita disini
Yang didepan kita adalah pilihan
Yang aku ingin , biarlah hati kita memilih

Apakah kita akan berhenti disini?
Atau aku bisa tetap menggenggam tanganmu hingga nanti.

Yu Kyung melipat surat itu. “katakana pada Wu Bin kalau aku memilihmu Kim Seung Jo”, kata Yu Kyung dan ia berlalu. Seung Jo masih bingung dengan perkataan Yu Kyung.
“apa yang sebenarnya terjadi’?tanya Seung Jo pada Wu Bin. “apa yang Yu Kyung katakan padamu”? Tanya Wu Bin. “dia berkata kalau dia memilihku”, sahut Seung Jo. “seperti itulah keadaannya, dia menyukaimu”, sahut Wu Bin. “ini benar-benar tidak masuk akal’, seru Seung Jo. Wu Bin meninggalkan Seung Jo.

1)     “Diantara Pilihan Hati” oleh Artha Alhitya


Sejak kejadian itu Wu Bin benar-benar menghilang. Semua tempat dimana Wu Bin sering datangi pun tak ada. Seung Jo benar-benar pusing mencari Wu Bin. Rasa khawatir dan bersalah pada sahabatnya itu menjadi beban yang sangat berat baginya. “sebenarnya dimana kau saat ini”.

Kembali pada Seung Jo dan Yu Kyung.
“Seung Jo, bagaimana menurutmu perkataan ku waktu itu”.
“Lupakan saja”. “ kau akan menyesali perbuatanmu itu suatu saat nanti”.
“Benarkah”?. Yu Kyung sedikit mengejek. “bukankah dalam hati kau juga tertarik padaku”.
“mungkin”. “ada tiga syarat untuk bisa menjadi pacarku”. “pertama dia harus pintar, kedua dia harus menarik, dan ketiga dia bukan mantan pacar temanku atau sahabatku”. “bukankah kau juga sudah tau tabiatku”? “ aku tidak pernah manjalin hubungan dengan seseorang lebih dari satu bulan”. (ceritanya si Wu Bin ini playboy abiz…tp sebenarnya dia Cuma menyukai satu org aja..)
“hah…sombong sekali”.

Seung Jo berlalu begitu saja meninggalkan Yu kyung.
Di kamarnya Seung Jo memandangi sebuah sapu tangan bertuliskan nama Ha Ni.
“dimana kau saat ini”? “apa kau tau saat ini aku telah kehilangan dua orang yang paling berharga dalam hidupku”. “kau dan Wu Bin meninggalkan ku sekarang”.
“apa yang bisa kulakukan sekarang”. “kemana lagi aku harus mencari kalian berdua”.
“Ha Ni, kesalahan terbesarku adalah membiarkan mu pergi”.
Seung Jo teringat akan puisi yang akan diberikannya pada Ha Ni, sebelum Ha Ni pergi. Ia membacanya kembali.2)

Mana tunas rembulan yang setiap malam kau gantungkan di langit kamarku?
Bintangku menangis di balik awan gemawan pekatmu.
Anginmu meniupkan ruh rindu yang bertahta di hatiku yang kelu.

Rimbun di hati sebuah rahim cinta yang melahirkan sebuah kerinduan. Kebahagiaan membalur jiwa setiap orang yang ditawan olehnya. Kesakitan pun akan menghujam atas bahagia yang hanya kita sendiri yang merasakannya. Bagiku.

Malam ini aku merasakan kesakitan atas kebahagiaan. Karena aku tertawan oleh rindu kepada rembulan yang biasanya ia menyinari kamarku. Terangnya pun melebihi terang lampu. Kau harus tahu, kalau rembulan itu sanggup menembus dinding hatiku yang kelam gulita seperti pekat langitmu malam ini. Ia mampu meluruhkan niat-niat negatifku menjadi ruh positif yang memayungi tidurku.

rindu rembulan di malam gulita
meraba-raba cahaya
rindu kutemui di buta mata

Keesokan harinya Yu Kyung kembali menemui Seung Jo.
“kau masih ingin mencarinya”?
“apa kau masih perduli dengannya”?
“hmm…tidak”. “aku hanya perduli padamu”.
“jadi kau masih belum menyerah”?
“apapun akan ku lakukan”. “kau mengerti”?
“kau benar-benar keras kepala”. “hmm..baiklah, apa maumu”?
“kau tentu sudah tau”.
“baik, kau jangan menyesal”.
“aku tidak akan pernah menyesal”.

2)     “Surat Malamku Untukmu Bag.1” (puisi cinta) oleh Artha Alhitya


Kamis, 03 Februari 2011

Menanti Sebuah senyuman_Final

Rombongan berkumpul di halaman sekolah. Arya dan Angga duduk satu deretan dalam bis.
“hei, Arya!”, sapa teman-teman cewe Arya. (Arya ini begitu popular dikalangan remaja putri di sekolahnya).
Arya hanya membalasnya dengan senyuman. (senyuman Arya ini dahsyat lho! Bisa bikin kelepek-kelepek wkkk…).
Seperti biasa Angga Cuma melongo saja melihat kejadian itu.
“Arya, sepertinya mata cewe’-cewe’ itu rabun deh?”.
“Ha…rabun?’, kok bisa?”. Jangan sok tau dech!”.
“masa mereka g bisa ngeliat ada cowo secakep aku di sini!”.
“ha… g salah dengarkah?”
“ya..gak lah, emang aku dari sononya cakep kok”.
“ya deh cakep..cakep…”
“Arya, kayaknya si Grace suka ma kamu deh!”
“engg..apa?”
“iya, aku perhatikan dari tadi dia ngeliatin kamu trus tuch”.
“Grace?”. Sapa tuch?
“ya,,ampun. Masa sih kamu gak tau Grace.
“aku sering liat dia”. “dia bukannya pacar Yogi”.
“dia tu anak ekskul nyanyi”. “dia anak kelas 7C”. emang sih dulu dia pacaran ma Yogi, tapi kayaknya mereka dah putus dech!”.
“so’ tau kamu?”. “aku aja yang satu ekskul ma Yogi gak tau kalau mereka putus”.
“beneran”.
Arya melirik Grace dikursi belakang. Grace tersenyum sangat manis pada Arya.

******

Bis berjalan perlahan hingga akhirnya sampai ke daerah perkemahan. Arya dan Angga berpisah menuju kelompoknya masing-masing.
“Arya kita bagi tugas aja biar cepat selesai”, kata temannya yang lain.
“ok”. “gini aja aku, Elang, Yogi ma Ikhsan buat tenda”. “yang lainya bisa nyiapin kebutuhan lainnya”.
“aku ma Andra cari kayu bakar ma air”, kata Anca.
“urusan masak memasak serahin aja ma ahlinya”, kata Idham sambil menepuk dadanya.
“oke”, jawab mereka bersamaan.
Sementara dikelompok Angga juga terjadi hal demikian. Hampir semua kelompok melakukan system kerja seperti itu sehingga dalam waktu yang bersamaan semua pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Semua kelompok beristirahat dan mempersiapkan diri untuk acara pembukaan kemah nanti malam.

*****

Malam hari saat pembukaan perkemahan, panitia menjelaskan tentang kegiatan yang akan mereka lakukan selama dua hari. Kegiatan pertama yang akan kita lakukan besok adalah memperkenalkan ekskul kita masing-masing. Kemudian di sore hari kita akan bakti social kepada penduduk desa di dekat perkemahan kita. Malam harinya kita adakan pentas seni dan hari terakhir out bond. Diharapkan kepada semua peserta dapat menjaga kesehatannya masing-masing dan kekompakan antar anggota kelompok. Panitia menjelaskan kegiatan secara mendetail. Setelah acara pembukaan semua peserta dipersilahkan untuk beristirahat di tenda masing-masing.
“Angga, kamu kalau tidur jangan berisik ya!”, seru teman setendanya.
“kapan aku berisik”.
“dulu, waktu kita kemah pengukuhan kamu tidurnya ngorok”.
“aku…aku…mana ada”.
Teman-temannya tertawa terbahak-bahak.
“iya..iya…aku ngaku, nggak lagi dech!”.
“kalau Angga nanti ngorok kita angkat aja rame-rame keluar tenda”, seru teman yang lain.
“iya..iya..kalau nggak kita pasang toak aja biar orang satu kampong denger…”.
“ha..ha..ha...”, tawa teman-temannya.
Angga kesal dan menarik selimutnya, tanpa disadari ia mulai terlelap.

******

Pagi harinya. Arya mendatangi tenda Angga.
“Angga, kamu udah sarapan kah?”.
“udah”. “kamu belum makan kah, aku masih punya makanan kalau kamu mau!”
“nggak, aku udah makan kok ma temen-temen aku”.
“kamu sudah siapin materi tuk perkenalan ekskul kah?”.
“aku udah punya rancangan sih apa aja yang mau aku kenalkan ke temen-temen”. “kamu sendiri?”
“aku juga udah, ntar Yogi yang bantu aku presentasi ke depan”.
“bagus dech kalau gitu”.
“ngga mau coklat?”
“ehm…coklat…maukah?”
“dapat coklat dari mana?”
“tadi malam Grace ngasih aku”
“sepertinya dia emang naksir kamu”.
“enggg….”. Arya berlalu meninggalkan Angga.
“anak aneh”, jawab Angga dengan wajah bingung.

*****

Semua peserta diminta berkumpul di lapangan oleh panitia, karena acara perkenalan ekskul akan segera dimulai. Panitia meminta perwakilan dari masing-masing ekskul untuk maju mengambil nomor undian.
“baiklah semua wakil sudah mengambil nomor undian. Ibu akan membacakan urutan yang akan tampil”, kata bu Norma.
“yang pertama ekskul pramuka, kedua ekskul Tari, ketiga ekskul Tarik suara, keempat ekskul bola dan yang terakhir ekskul PMR”.
“diharapkan kepada semua anggota ekskul dapat memperhatikan presentasi dari ekskul yang lain”, jelas bu Norma.
Dari ekskul Pramuka di wakili oleh Anyelir, ia memperkenalkan ekskulnya dengan menarik. Dari ekskul tari di wakili  oleh Rosa, ia bersama temannya menampilkan sebuah tari. Begitu indah dan gemulai, hingga membius semua yang melihatnya. Sementara dari ekskul tarik suara diwakili oleh Grace.
 Tak bisa disangkal, kecantikan Grace membuat semua orang terpana, otomatis peserta pria memperhatikan tanpa mengedipkan mata. Mereka terbuai dengan kata-kata Grace yang mengalun bagai simfoni yang begitu indah dan menarik simpati.

***

Giliran tiba pada ekskul sepak bola. Angga maju untuk mulai memperkenalkan ekskul. Angga mulai bercerita mengenai betapa asyiknya bermain sepak bola, ia pun memperagakan beberapa teknik tendangan yang dikuasainya.
‘’perhatikan ya teman-teman”.
Angga menendang bolanya perlahan tapi ternyata bola itu tanpa sengaja mengenai kepala bapak kepala geng (kepala sekolah-red) yang kebetulan datang ke lokasi tersebut.
‘’aduhh…”
‘’siapa yang nendang bola tadi”, bentaknya.
‘’sss..sss..ssa…ssaya pak..”
‘’apa”. ‘’kamu?’’
‘’iya pak’’.
‘’maaf pak, Angga tadi tidak sengaja”, bela bu Norma.
‘’iya pak, saya tidak bermaksud mengenai kepala bapak”,jelasnya.
‘’hheehh..ya sudah, lain kali hati-hati”.
“apa semuanya berjalan lancer bu”?
‘’iya pak, sekarang anak-anak sedang memperkenalkan masing-masing ekskulnya”.
“mmm…bagus, kalau begitu saya pergi dulu. Jika terjadi sesuatu cepat hubungi saya!”.
“baik pak”.
Tidak lama kemudian kepala sekolah pergi meninggalkan lokasi perkemahan. (comment: kesian banget tuch bos geng kepentok bola hahaha…).
“anak-anak kita lanjutkan kembali acara kita yang tadi terputus”. “Angga, ayo dilanjutkan lagi”.
“nggak mau bu”, rajuknya.
“lho?”, bu Norma heran. “kenapa”?
“udah gak mood bu”.
“ya ampun, si Angga patah semangat rupanya”.
“bukan patah semangat bu, tapi saya lupa apa yang mau saya omongin lagi”.
“kok bisa”?
“ya bisalah bu, tadi malam kan saya menghapal apa yang mau di omongin”.
Serentak teman-teman Angga tertawa.
“Angga…Angga..”, seru bu Norma. “anggota yang lain ada yang mau menambahkan”.
“nggg..nggak ada kayaknya bu, tadi penjelasan Angga udah cukup jelas”, seru Satria.
“langsung ke sesi tanya jawab aja bu”, pinta Arini.
“ok”. “siapa yang ingin bertanya”.
“saya bu”, Grace mengacungkan tangan.
“ya Grace”, bu Norma mempersilahkan
“Angga gak cocok jadi pemain sepak bola, badannya gak kurus-kurus, ntar malah dikira bola lagi”, olok Grace.
Semua peserta tertawa riuh.
“sudah..sudah”, bu Norma menenangkan. “ada pertanyaan yang lain?”.
“gak ada bu, lanjut ke PMR aja bu”, seru peserta yang lain.
“ok”. “selanjutnya kita beralih ke ekskul PMR yang akan diwakili oleh Arya”. Beri tepuk tangan buat Arya.
Arya maju ke depan dan bersiap untuk memulai presentasinya. Semua mata memandang ke arah Arya, takjub akan pesona keindahan siluet Maha Pencipta. Keindahan akan wajah lembut nan rupawan.
 “ehm..ehm…”, Arya memulai.
Baiklah teman-teman saya akan memberikan sedikit gambaran mengenai PMR. Apabila nanti ada yang kurang jelas teman-teman bisa bertanya, atau mungkin memberikan masukan dan koreksi buat saya dan Tim PMR.
Arya menjelaskan kegiatan PMR dengan baik. Berbagai pertanyaan dari teman-temannya dijawabnya dengan baik, bahkan Arya terlihat sangat terampil memperagakan P3K dengan berbagai kasus dan kondisi. Semua orang memuji kemampuan Arya termasuk bu Norma dan Grace.
Di sisi lain Yogi merasakan perasaan iri terhadap Arya. Ia merasa kalah bersaing dengan Arya baik dalam kemampuan maupun dalam masalah yang berkaitan dengan Grace. Walaupun sebenarnya di dalam hati ia mengakui segala kemampuan dan kepandaian Arya. Akan tetapi berbagai pujian dan sanjungan dari orang-orang disekeliling Arya membuat hati Yogi tersakiti.
(Nah pas Arya ngejelasin tentan PMR backsoundx Ost. Barker, Bread and Love ver.2, kaya pas Kim Tak Goo tanding ma Gu Ma Joon hehehe…)

 *****

Acara perkenalan masing-masing ekskul telah selesai dan semua peserta kembali ke tenda masing-masing untuk menyiapkan makan siang dan beristirahat. Yogi berjalan bersama Andra menuju tenda.
“kenapa Yog? Kok mukamu sebel gitu”?
“hhaahh..nggak papa kok Ndra”, Yogi menarik napas panjang.
“kamu pasti gak suka ngliat Arya dipuji banyak orang kan”?
“ nngggak juga, kita kan satu tim…nggak mungkinlah”, kelitnya.
“Yogi..Yogi..muka kamu itu nggak bisa di boongin”. “ngaku ajalah”.
“ya…aku memang iri dengan segala yang ada pada Arya”. “memangnya salah!”.
“nggak salah, selama kamu bisa bersaing dengan sportif”.
“aku memang iri sama dia, tapi mata hati aku belum buta”. “aku nggak akan menggunakan cara curang untuk bersaing”. “aku akan terus belajar untuk mengalahkan dia”.
“itu bagus”. “lantas…bagaimana dengan Grace”.
“Arya gak suka ma Grace”. “jadi gak masalah”.
“begitukah?”
“mmm….”.

*****

Hari terakhir di perkemahan. Semua peserta berkumpul di lapangan. Meraka bersama panitian melakukan persiapan untuk melakukan outbond.
“anak-anak kita hari ini melakukan melakukan permainan. Petunjuk ada di dalam amplop ini. Kalian harus melalui setiap pos yang telah ditentukan dan menyelesaikan setiap tantangan yang ada pada setiap pos”. “kalian paham”.
“paham pak”, sahut mereka serentak.
Pak Sapta kemudian membagi amplop kepada masing-masing regu. Setiap kelompok mulai tampak mengampil posisi masing-masing sesuai petunjuk dalam amplop tersebut.
“kita harus bisa sampai di pos satu secepat mungkin”, seru Yogi.
“mm..iya, apa perintahnya Yog?”
“ini ada beberapa huruf yang harus kita rangkai menjadi nama suatu tempat, nah itu merupakan pos satu yang akan kita datangi”.
“ayo kita rangkai bersama”.
“apa saja hurufnya”
Mereka melihat dan mencoba memecahkan bersama.
“aa..aku tau”,teriak Andra.
“apa”? sahut yang lain
“istana putri”.
“haa..”
“iya, istana putrid berarti tenda panitia putri”.
“ayo kita kesana”.
Mereka bergegas menuju tenda bagi panitia putrid. Sesampainya di sana mereka mendapatkan amplop selanjutnya.
“ayo cepat buka amplopnya”
“disini tertulis kalau kita harus pergi ke tepi sungai dan mencari 10 jenis dedaunan dari pohon yang berbeda dan dapat digunakan sebagai obat”. “Nah disana ada batu besar, kita akan menemukan perintah selanjutnya di batu itu”.
“ini mah susah, sungai kan jauh”, seru yang lain.
“ayo kita coba”.
Mereka kemudian berjalan menyusuri hutan menuju tepi sungai.
“Yog…kayaknya kelompok lain dah lewat disini dech”, seru Andra.
“sepertinya begitu, kita harus cepat kalau nggak kita pasti kalah”.
“hhahh..tapi aku capek banget”, keluh Arya.
“baru segitu aja sudah capek, gimana sih kamu ini”, yogi agak kesal.
“beneran aku capek banget, napasku sesak nich”.
“ya udah..kalau gitu kamu tinggal aja disini, aku ma teman-teman aja yang terusin”, Yogi marah.
“Yog, kita nggak bisa gitu, kita kan satu tim”, napas Arya tersengal.
“aku males satu tim sama orang penyakitan kayak kamu”.
“bener Yog, kita nggak mungkin ninggalin Arya di sini”, pinta Andra.
“terserah kamu mau ikut aku atau tinggal di sini bareng Arya”.
“tttaappi…tapi..Yog”.
“nggak ada tapi-tapi”. “sekarang aku pemimpinnya, bukannya Arya”.
Yogi berlalu pergi meninggalkan Arya, kemudian disusul oleh anggota tim yang lain. Yogi sangat marah sambil berjalan ia mengibas-ngibaskan tangannya dan tanpa sengaja ia menyenggol tanda penunjuk arah. Sehingga penunjuk arah tersebut berputar ke arah yang berlawanan. Hanya tersisa Arya dan Andra.
“Arya aku nggak bisa nemenin kamu di sini, Yogi bisa tambah marah nanti”.
“iya nggak papa kok”.
“aku tinggal ya”. “ntar cepet nyusul ya”.
“iya”

*****

Arya beristirahat di bawah pohon. Tak lama kemudian muncullah Angga.
“Arya…ngapain kamu di situ sendirian?”
“aku kelalahan dan mereka meninggalkan aku di sini”. “kamu sendiri ngapain?”
“aku juga ditinggal ma teman-teman ku”.
“kok bisa”?
“he..he..he..aku kebelet B.A.B”. “jadi aku mampir B.A.B dulu di hutan”
“iiihhhh…jorok”.
“ini darurat militer siaga satu”.
“ya udah ayo kita jalan”.
Mereka akhirnya jalan berdua. Sampai dipersimpangan tempat petunjuk jalan tersebut.
“Ngga ni jalannya bener nggak”?
“bener lah mang kamu gak liat tandanya tadi apa”.
“ko rada aneh ya ngga”.
“aneh gimana?”
“jalannya makin sempit, hutannya makin lebat”.
“ehhmmm bener kok, udah tenang aja ka ada aku”.
Mereka kembali menyusuri jalan setapak dan makin menghilang di tengah hutan.
“bentar-bentar bunganya bagus banget tuch”, seru Angga.
“ah..biarin aja”. “yang perlu kita pikirin ini kenapa kita gak nyampe-nyampe”.
“telpon aja”. Sambil asyik memperhatikan bunga tadi.
“sayangnya aku lupa bawa towernya tadi”. “mana ada sinyal di sini Angga”.
Angga masih saja cuek dan ia malah mulai memanjat pohon menuju dahan tempat bunga itu tumbuh. Tanpa ia sadari ia semakin ke ujung dahan pohon dan bagian bawah dahan tersebut ada jurang dangkal berbatu yang samar tertutup semak belukar.
“Angga, ngapain sih kamu”. “Nanti jatoh”.
“tenang aja”.
Angga mulai mencoba menggapai-gapai bunga tersebut.
“hah..susahnya”.
“udahlah Ngga turun aja”. “nanti beli aja ditoko bunga”.
“mana ada bunga yang beginian”.
Angga masih saja berusaha, ia malah merangsek makin ke ujung dahan.
“kkkkrrrraaaakk”.
Dahan pohon yang dinaiki Angga mulai patah. Angga panic dan segera bergelantung ke dahan di sebelahnya. Ia beru menyadari bahwa di bawahnya ada jurang dangkal berbatu.
“Angga…Angga..”, Arya panic.
“aagghh..”
Angga berusaha kembali ke pangkal pohon, tapi rasa panic membuatnya tidak mampu menguasai berat tubuhnya. Ia masih tidak bisa meraih pangkal pohon.
“Angga tunggu”. “pegang yang erat, ku akan tarik kamu, bertahan!”.
Arya memanjat pohon tersebut menuju dahan tempat Angga bergelantung.
“Angga…ayo raih tanganku”.
Angga meraih sebelah tangan Arya sementara tangan sebelahnya masih menggantung di pohon. Arya mulai menarik sekuat tenaga, tapi ia megalami kesulitan karena beban tubuh Angga terlalu berat untuknya.
“ayo…kita pasti bisa..”, seru Arya sambil terus menarik Angga.
“Arya…arya…di sebelahmu ada ular!”, pekik Angga.
Arya kaget dan seketika itu pula ular tersebut mematuk tangan Arya. Mereka berdua terjatuh kedalam jurang tersebut. Mereka jatuh berguling-guling hingga ke dasar jurang. Sebuah batu menghantam kepala Arya. Mereka terbaring berdekatan di dasar jurang.
“Arya…Arya…”, panggilnya lirih.
“aagghh”, jawabnya pelan.
“apa kau baik-baik saja?”.
“aku merasa tidak baik-baik saja”. “Angga kita harus terus berbicara, jangan sampai kita tertidur”. “aku takut sekali”.
“maafkan aku, ini semua salahku”.
“nggak..kamu nggak salah apa-apa”.
Arya merasakan darah mengalir dari keningnya. Dan ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya.
“kita harus terus berbicara, aku takut aku tidak lagi bisa mendengar suaramu”. Sebulir air mata bening mengalir di pipi Arya.
“aku tidak bisa merasakan apa-apa”, Angga berkata lirih.
“aku juga merasakan yang sama, aku rasa racunnya sudah menyebar”. “tidak lama lagi racun ini akan merusak pembuluh darah dan juga saraf-sarafku, di saat itu mungkin aku akan menutup mataku”.
“itu tidak akan terjadi Arya, aku akan terus mengajakmu berbicara”.
“trimakasih”. Kemudian ia menggumamkan kata-kata lirih nan indah berpaut pada kesedihan dan kesakitannya. Matanya tajam menatap birunya langit, seakan berharap burung-burung yang melaluinya menyampaikan pesan hatinya. Sebuah pengharapan akan kehidupan.
Parau suara mengadu dari mulutmu yang kering
Kau seperti dirundung duka yang hebat
Duka sepekat langit malam
Tatapmu kosong
Wajah yang dulu itu kemana?
Terlihat hanya garis pedih
Ada apa sahabat..?
Ceritakanlah segalanya kepadaku
Engkau tidak sendiri……….
          Biarkan kekuatan persahabatan kita menjadi obat
Penguat serta semangat bagi dirimu
Hadapi dengan sehat
Kalahkan dukamu dengan  keteguhanmu
Perlawananmu tidaklah sendiri
Aku ada disetiap jejakmu
Aku ada tuk setia menjadi penyulut semangatmu
 Jangan biarkan aku kehilangan segala tentangmu
Kau yang setia dengan senyum
Walau tengah terluka
Kau yang selalu berdiri tegak
Sekalipun badai terus memburumu
Kau yang selalu tabah dalam segala keadaan
Rintangan apapun kau terjang
Kau sahabatku yang terbaik dan terindah
          Aku masih mengingat ketika pertama kau berbisik
Sehebat apapun kedukaan itu
Jangan melemahkan…..

Air mata terus bergulir dari mata keduanya. Tampak kedukaan dan eratnya persahabatan diantara mereka. Dengan pengharapan mereka terus berusaha berbicara, walaupun tertatih dan rasa sakit menjalar di seluruh tubuh tapi mereka tidak mau menyerah pada keadaan. Harap-harap cemas tentang kematian, harap-harap cemas akan ada orang yang menemukan mereka. Sebuah pengharapan dan doa mereka panjatkan dengan ketulusan dari dalam lubuk jiwa.
(pas di jurang ini q nebayangin backsoundnya lagu Dream ost QSD sepertinya pas menggambarkan kesedihan dan pengharapan mereka. Kaya Bidam ma Deokman waktu bidam mau mati hiks…hiks…).
“aku ngerasa lelah…sangat lelah..rasanya mataku sebentar lagi akan mengatup”, kata Arya lirih.
“bertahanlah sebentar lagi”.
Angga menggunakan segenap tenaganya, ia menoleh ke Arya. Samar ia melihat senyuman yang sangat indah dan hangat. Sebuah senyuman dari Arya. Senyuman yang sangat langka untuk di lihat. Setelah itu mata Arya benar-benar terpejam. Terpejam dalam senyuman. Terpejam dengan kebahagian. Terpejam dalam ketenangan. Laksana telaga bening tanpa riak.

*****

Sementara itu tim SAR dan para panitia sibuk mencari Arya dan Angga. Mereka mencari ke semua tempat yang mungkin dilalui. Semua petunjuk mereka gunakan termasuk arah jalan yang telah berputar. Mereka akhirnya sampai di tempat Angga dan Arya terjatuh. Suara gemerisik langkah kaki dan suara panggilan yang diteriakkan membuat Angga tersentak dan kembali tersadar. Ia berteriak menggunakan segala kekuatan yang ada.
“ttoooollooonnnggg”.
“tolloongg…ttoollongg”. Angga kembali pingsan.
Mendengar teriakan tersebut, Tim segera memeriksa arah suara tersebut dan menemukan mereka berada di dasar jurang. Perlu beberapa lama untuk mengangkat mereka dari sana karena kondisi medan yang kurang baik. Setelah berhasil mengangkat mereka keluar dari jurang, mereka diberikan pertolongan pertama secukupnya kemudian dilarikan ke rumah sakit terdekat.

******

Angga mulai sadar dari pingsannya. Ia membuka mata dan melihat ibunya berada di sampingnya.
“ibu”, panggilnya lirih.
“Angga kamu sudah sadar”, seraut wajah senang terpancar.
“ibu, apa yang terjadi? Kenapa aku disini? Mana Arya?”
“kamu jatuh ke jurang, kaki dan tanganmu patah”.
“dimana Arya bu?”, desaknya.
“ada”. Ibunya terdiam.
“aku mohon bu!”
Air mata bergulir di pipi lembut wanita itu.
“Angga…Arya meninggal”, jawabnya tercekat.
“ibu bohong”. Ia menangis sejadinya.
“Angga kamu harus sabar. Itu yang terbaik buat Arya”. “dia kehilangan banyak darah dan racun itu sudah merusak seluruh saraf otaknya”. “kalau dia hidup dia akan jauh lebih menderita”. “kamu harus mengikhlaskannya nak”.

Angga sangat shock mendengarnya. Air matanya mengalir deras. Ia menangis tanpa suara. Rasa bersalah dan kehilangan menderanya. Ia merasa dihujamkan jatuh ke bumi. Ia hanya bisa diam lemah tanpa kata. Ia membisu dan terus membisu.

Satu bulan berlalu, kondisi kesehatan Angga semakin membaik. Hanya saja psikisnya masih terguncang. Kematian Arya membuatnya tidak mau berbicara kepada siapa pun. Termasuk ibu dan orang tua Arya. Yang ia lakukan hanya menatap langit biru dari jendela kamarnya dan mengguratkan pena merajut bait-bait puisi seperti yang biasa Arya lakukan ketika mereka duduk-duduk di bawah pohon dulu.
Tiba-tiba ia teringat puisi yang pernah Arya buat sebelum pergi berkemah. Ia belum sempat membacanya, karena dulu ia sibuk dengan persiapan kemahnya. Perlahan ia buka lipatan secarik kertas dan mulai membacanya perlahan:
Sungguh kupinta maafmu!
Demi damai kepulangan ini

Aku pernah toreh janji
Di sudut waktu yang terukur
Di lekuk musim yang tersulur
Akan  bawa kerelaan padamu
Tanpa perlu kau suguhkan penawaran

Tentang upaya mendatangkan matahari
Di malam yang  kehilangan mimpi
Tentang usaha menghadirkan rembulan
Di siang yang kekurangan bayang

Aku sebenarbenarnya ikhlas
Meluruh menjadi gerimis di terikmu
Melarut menjelma air mata di laramu

Namun, aku terpanggil kembali
Pada hutang dosa sebelum menjumpa kau
Itu harus kupurnakan dengan kepulangan

Aku harus segera ada di sana
Tanpa perlu menunggu diantar senja
Cukup malam yang terus setia
Maknai sebuah kesiasiaan

Aku denganmu
Aku dengan ikrar janji itu
Adalah sepenggal kenangan yang tak sempat jadi

Sungguh kupinta maaf!
Kau tak lagi punya pilihan
Selain izinkan aku ;
Pulang menemu akhir *)
Angga kembali melipat kertas itu. Ia tetap ada dalam diam dengan tatapan tajam ke langit biru. Ada asa dalam tatap matanya.
*) Kau dan Aku Pulang Penemu Akhir (Puisi Cinta) oleh Artha Alhitya

*****
 
Beberapa minggu kemudian kedua orang tua Arya mengunjungi rumah Angga.
“bu, Angga gimana?”, Tanya bu Widjaya.
“sudah baikan, Cuma dia masih belum mau bicara”.
“mungkin kita harus bawa Angga ke psikiater bu”
“Angga nggak mau bu”.
“bu, sebenarnya kami datang kesini ada yang mau dibicarakan dengan ibu”.
“ada masalah apa ya?”
“rencananya kami akan pindah ke Jakarta minggu depan”.
“pindah?”
“iya bu, kalau di sini saya selalu teringat Arya”. “ibu nggak usah khawatir masalah biaya pengobatan dan biaya sekolah Angga kami akan tetap bantu, nanti kami kirim uangnya setiap bulan”.
“ahh..nggak usah bu, saya sudah terlalu banyak berhutang budi dengan kalian”. “saya akan membiayai Angga sendiri bu”.
“kami tidak merasa terbebani sedikit pun, kami sudah menganggap Angga seperti anak kami sendiri”, jelas ayah Arya.
Tanpa mereka sadari pembicaraan mereka di dengar oleh Angga. Ia pun segera keluar kamar dan menemui kedua orang tua Arya.
“om Tante, apa boleh saya ikut kalian ke Jakarta?”
Semua terkejut mendengar perkataan Angga. Ia kembali berbicara setelah sekian lama membisu.
“Angga?”, tegur ibunya. Ia takjub melihat putranya berbicara.
“ya ibu, saya mau ke Jakarta, saya mau bersekolah di Jakarta. Saya akan menjadi dokter ibu”.
“Angga apa benar kamu mau ikut kami, kamu yakin?”, Tanya ibu Widjaya lembut.
“iya tante”.

Ketiga orang tua itu saling berpandangan.
“pada dasarnya kami tidak keberatan kalau kamu ikut ke Jakarta, kami sangat senang”. “tapi bagaimana dengan ibumu?”, Tanya Pak widjaya.
“kalau itu memang sudah keputusan Angga dan ini baik untuk Angga saya mengizinkan Angga ikut dengan kalian”, jelas ibu Angga.
“ibu”, seru Angga. Ibunya tersenyum.
“begini saja, kebetulan saya berencana untuk membuka took kue di Jakarta mungkin ibu bisa membantu kami, jadi ibu ikut pindah sekalian ke Jakarta, bagaimana?”, kata bu Widjaya.
“tapi bu?”
“nggak papa bu, itung-itung nemanin saya dan Angga”.
“baiklah kalau begitu”.

*****

Akhirnya mereka semua pindah ke Jakarta. Ibu Angga membantu usaha toko kue yang semakin ramai. Angga meneruskan sekolahnya hingga jenjang perguruan tinggi. Sementara Pak Widjaya setelah kejadian itu ia mengundurkan diri sebagai direktur rumah sakit dan menjadi dokter di klinik sederhana miliknya. Ia pun menjadi lebih perhatian terhadap keluarganya. Terutama pada Angga.

Lima belas tahun kemudian. Angga kembali ke tanah kelahirannya. Ia mengunjungi makam Arya untuk pertama kalinya.
“Arya aku datang menemuimu, maafkan aku”.
“sekarang aku sudah menjadi dokter, aku akan menjadi dokter bedah paling handal di negeri ini”. “sama seperti cita-citamu dulu”.
“kamu pasti kaget karna aku nggak jadi pemain bola seperti impianku”.
“yah, kecelakaan itu membuatku tidak bisa lagi bermain bola”
“tapi sekarang mimpimu adalah mimpiku juga”.
“aku tidak akan membiarkan orang lain kehilangan orang yang dicintainya sama seperti aku”.
“mmm…aku buatkan kau sebuah puisi, dengarkan ya…”
Di sini...
Ku mengantarmu..untukmu bersemayam
Tempat terakhir berhimpunya insan-insan menuju alam yang abadi
Yang hakiki

Disini...
Di petang yang damai,alam seakan turut berduka
Terbaring kau diliang...tempat sempit,kelam
Ku hanya bisa menatapmu,terbujur kaku

Disini..peraduan terakhirmu
Tak kan dapat ku rsai cintamu lagi
Binar mata arifmu,kan ku rindu ..kan slalu bertahta di kalbuku

Disini...ditanah yang masih basah
Semoga kau tempuh jalanmu tanpa halangan
Jalan yang terang
Jalan yang lebar,
 Smoga kemudahan yang mendepan

Di depan persemayamanmu yang terakhir
Kristal jernihku gugur
Mengingat bisik terakhirmu,yang mengalun pilu
Melakar kata "kini...adalah ujung usiaku.."
Kau lepas genggamanmu

Tersenyum...dan kau pergi dari sisi
 Ku tinggalkan kamu di tanah ini
Tapi...
Dendang suaramu seakan berlagu di cupingku
Lekuk bayangmu seakan mengiringiku
Menyapa sunyi,sepi, rintihku
Ikhlasku, damailah kau di sisi Tuhan yang lebih sayangkan kamu...*)

Angga beranjak dari makam Arya. Menatap birunya langit cerah, secerah harapannya. Menatap impiannya ke depan. Sebuah senyuman terkembang di bibirnya dan ia berkata “Arya aku akan menebar sebuah senyumanmu itu kepada semua orang-orang yang memiliki cinta kasih”.
Senyuman terakhirmu itu membuat warna baru dalam hidupku dan aku suka itu, aku tidak pernah menyesalinya. Beristirahatlah dalam damai sahabatku…
(pas di ending ni q ngebayangin backsoundx Change The World Ost. Inuyasha)

*) Peraduan Terakhirmu oleh Tanti Retno